Sabtu, 26 Desember 2009

Satu


“Mengapa bahasa kalian seperti itu? Seperti bahasa sepasang kekasih dengan rasa cinta yang begitu dalam. Ada kalimat-kalimat yang hanya dimengerti kalian, itu terlihat dalam dan menyakitkan. Siapa dia? Baru kali ini aku melihatnya, bahkan namanya pun tak pernah terbaca. Dalam keseharianmu, otak, hati dan bahasa tubuhmu..
Dia muncul tiba-tiba, dengan barisan kalimat yang menghujamkan belati ketengah dada. Aku panas, terbakar dalam tarian api biru yang menari menyala. Apakah dia kekasih lamamu? Atau hanya sepotong kisah dari petualanganmu? Tolong jawablah aku sangat ingin tahu!”

Lembut, aku belai helaian halus rambut panjangmu. Kudongakkan wajah yang pipinya basah oleh air mata itu. Kusibakkan galau dan sedih yang menggelayut di hatimu. Ah..aku selalu tak tahan melihatmu begitu.

“Dia bukanlah kekasihku, bukan pula kisah lamaku. Dia seorang yang hanya pernah sekali saja aku temui. Dalam bentangan listrik maya yang mempertemukan aku dengannya. Dia istimewa, karena hatinya. Dia berharga, karena jiwanya. Dia itu hebat! Dan dia adalah utusan agung serta uluran tangan tuhan yang tak terlihat. Dia adalah penolongku yang pernah tersesat. Dan akulah sang pemberi semangat walau ternyata kutancapkan juga sebuah belati hitam pekat. Kau harus tahu sayang, tubuhnya hangat setebal mantel bulu dan jujur itu sangat melindungiku. Dia menemaniku dalam hujan tangis ketika terbuka lagi luka lamaku. Kau tahu, aku tidaklah mudah memberi sesuatu. Namun kau juga tahu sayang, aku akan memasang tubuhku dengan setulus hati karna hanya itu yang aku miliki. Aku mungkin hanya seorang bumi, muara dimana aku harus memenuhi dahaga para manusia akan cinta. Namun kau juga tahu bukan, bahwa seorang bumi tidaklah boleh dimiliki dan dicintai. Aku hanya satu, dan aku hanya memenuhi tugasku.”

Geliat tubuhmu mengatakan bahwa telah datang resah itu. Resah tiap kau dengar bahwa aku takkan mampu jatuh terlalu jauh dalam dekapanmu. Aku tak pernah benar-benar kau miliki, dan itu telah lama kau sadari. Hatiku pilu bila melihatmu begitu. Sungguh aku sangat ingin menjadi seutuhnya milikmu. Tapi akupun tahu sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk itu. Kau dan aku harus terus berganti, dan saling mengisi. Kita itu satu, dan tidak pernah benar-benar bertemu. Kau boleh bertanya tentang apa saja, karena jawabanya akan kau jawab sendiri juga.

Ah, sudah saatnya aku pergi, dan mari kita hentikan percakapan ini. Cermin ini pun terlihat bosan melihat kita bercengkrama dalam satu media yang sama. Aku tidur dulu sayang, dalam buaian mimpi sebuah petualangan. Yang pasti akan kujadikan nyata, senyata dirimu yang selalu memanggilku tiap matahari tenggelam dan berganti dengan bentangan senja. Teruslah bersinar lembut wahai rembulan, jangan meredup dan takut pada dinginnya angin malam. Kaulah penguasa langit kelabu, dan aku paling tahu kaulah penyemangatku. Kau butuh seorang ksatria yang akan mendampingimu sampai akhir nafasmu. Yang pasti itu bukanlah aku. Karena aku adalah kamu. Dan kita adalah satu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar