Selasa, 08 Desember 2009

sebuah bentuk aku

Ini bukan sedih, bukan pula gembira yang terlalu. Bukan sebuah galau yang menggumpal karna sisa kenangan di masa lalu. Masa dimana hal-hal 'itu' dijalani dan membentuk diriku kini.

Aku yang sekarang terlindung atap rumah, bukan lagi aku yang dulu menggenggam sendiri pelindung kepalaku, Walau masih lekat dalam ingatan betapa erat aku menahan angin yang mendorong pondasi rapuh yang dibangun sesaat dan hanya berlandaskan emosi itu.

Bila orang hanya memiliki warna dominan dalam hidupnya, aku merasa berbeda ketika sadar bahwa warna dalam hidupku lebih banyak dari mereka. Ya..warna-warna keras dan lembut yang menyatu hingga membuat warna baru.

Aku bukanlah orang yang lantas bisa tersadar begitu saja dan paham akan situasi sekitar, aku butuh 'sesuatu' agar bisa menyadarkanku. Aku merasa kamuflase dari sebuah batu, agar orang lain tidak bisa melihat betapa rapuhnya aku. Selalu kupasang tembok yang tinggi agar tak ada seorang pun yang tau. Agar aku tak lagi merasakan sakit itu.

Tapi tuhan selalu tau, bahwa seorang aku menuliskan sinyal-sinyal di sudut tertentu. Dan tak banyak yang bisa benar-benar membaca tulisan hatiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar